Indonesia adalah negara yang mempunyai biodiversitas alam kedua di dunia setelah Brasil. Penggunaan obat berasal dari tumbuhan adalah bukan hal yang asing bagi masayarakat Indonesia dimanapun mereka berada. Bahkan beberapa studi tentang kegunaan tanaman yang memiliki efek farmakologi yang memiliki hubungan dengan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan oleh masyarakat sekitar sudah dilakukan di berbagai suku di Indonesia.
Masyarakat Indonesia banyak mengkonsumsi simplisia tumbuhan obat maupun ektrak tumbuhan dalam bentuk jamu. Jamu adalah penyembuh herbal tradisional Indonesia yang biasa dipakai masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Jamu banyak digunakan di daerah pedesaan maupun perkotaan. Jamu telah memperoleh manfaat potensial, baik secara ekonomi maupun klinis.
Dalam perijinannya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengklasifikasikan sediaan produk dari tanaman obat menjadi tiga kategori, yaitu :
- Jamu,
- Obat Herbal Terstandar (OHT)
- Fitofarmaka
JAMU
Didasarkan pada suatu sumber pengetahuan yang diperoleh dari observasi atau percobaan (data empiris), diperlukan lebih banyak penelitian untuk membuktikan secara ilmiah profil farmakologis, data efikasi, serta data keamanan.
OHT
adalah ketersediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan bahan bakunya telah di standarisasi.
FITOFARMAKA
adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.
Dalam pengertiannya, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan.
konsep abstrak pengelolaan sistem yang kompleks sesuai dengan seperangkat aturan dan tren yang sudah ada menyebutkan bahwa Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Menurut regulasi OHT dan Fitofarmaka adalah “obat’ yang sudah terstandar dan berasal dari alam, serta didasari bukan data empiris seperti jamu, namun data saintifik praklinis (percobaan pada manusia) maupun klinis (percobaan pada hewan).
Untuk membedakan klasifikasi antara obat tradisional yang berdasarkan data empiris dan obat “modern” yang berdasarkan data saintifik, beberapa Menteri Republik Indonesia (Menteri Ristek dan Teknologi, Menteri Kesehatan, dan Menteri Perindustrian) sepakat untuk menggunakan istilah Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) untuk menyebut obat dari bahan alam yang sudah distudi secara saintifik baik dalam bentuk OHT maupun Fitofarmaka.
Banyak hal harus dikaji agar OMAI Obat Modern Asli Indonesia dapat dipakai di fasilitas pelayanan kesehatan formal di Indonesia. Masalah teknis termasuk standarisasi produk OMAI – Obat Modern Asli Indonesia, hak kekayaan intelektual, mutu produk, serta aspek ekonomi petani perlu dipertimbangkan.
Trackbacks/Pingbacks